Kamis, 10 November 2016

Ragam Tafsir



MAKALAH TAFSIR
RAGAM TAFSIR
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas : Tafsir
Pengampu : M. Arifin, LC., M.S.I.
Description: LOGO-AKHIR-copy.png

Di susun oleh :
Kurnia Wijayanti                                 (23040160042)
Nabila Afifa                                        (23040160043)
Annisa Ratna Ayuputri                       (23040160044)
Siti Izzatul Umma                               (23040160045)
Rizka Arie Lestari                               (23040160046)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)
FAKULTAS TARBIYAN DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
DAFTAR ISI
Daftar Isi............................................................................................................................ i
BAB I : Pendahuluan
A.      Latar Belakang............................................................................................. ii
B.       Rumusan Permasalahan................................................................................ ii
C.       Tujuan Penulisan.......................................................................................... ii
BAB II : Pembahasan
A.      Tafsir Bir-Riwayah....................................................................................... 1
B.       Tafsir Bid-Dirayah....................................................................................... 3
C.       Tafsir Bil-Isyarah.......................................................................................... 5
BAB III : Penutup
A.      Simpulan....................................................................................................... 7
B.       Saran............................................................................................................. 7
Daftar Pustaka................................................................................................................. 8













BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Menyampaikan al-Qur’an dan menjelaskan kepada umatnya merupakan tugas Rasulullah SAW. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam dalam Q.S. an-Nahl (16):44 yang artinya, “Dan Kami telah menurunkan Adz-Dikr (Al-Quran) kepada mu supaya kamu jelaskan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka”.
Zaman setelah meninggalnya Rasulullah Saw dapat dikatakan merupakan zaman transisi dari kepemimpinan seseorang yang mendapat bimbingan langsung dari Allah SWT kepada seorang manusia biasa. Pada zaman inilah kemudian muncul dan berkembang beberapa metode penafsiran Al-Qur’an. Metode-metode ini dikembangkan, tentu saja dengan maksud untuk menjawab persoalan-persoalan yang muncul di kalangan umat muslimin.
 Pemahaman terhadap ayat Al-Qur’an melalui penafsirannya sangatlah penting, karena hal tersebut sangat berperan terhadap maju mundur umat dan sekaligus dapat mencerminkan perkembangan dan corak pemikiran yang sedang ada ditengah masyarakat. Oleh karena itu perkembangan tafsir sering dikaitkan dengan trend perkembangan pemikiran yang tengah terjadi pada umat.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kita bahas dalam makalah ini yaitu :
1.      Apa yang dimaksud tafsir bir riwayah?
2.      Apa yang dimaksud tafsir bid dirayah?
3.      Apa yang dimaksud tafsir bil isyarah?
C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui apa yang dimaksud tafsir bir riwayah, tafsir bid diroyah, dan tafsir bil isyaroh.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Tafsir Bir-Riwayah
Tafsir bir riwayah secara bahasa berasal dari kata atsara artinya bekas. Dan tafsir bir riwayah disebut juga tafsir bil mat’sur karena berdasarkan riwayat-riwayat yaitu al-Quran, hadits dan lainnya.
Menurut Manna al-Qattan Tafsir bil riwayah ialah tafsir yang disandarkan kepada riwayat-riwayat yang shahih secara tertib yang sebagaimana telah diceritakan dalam syarat-syarat mufassir, antara lain: menafsirkan Al-Quran dengan Al-Quran, atau dengan sunnah karena sunnah merupakan penjelas bagi kitabullah, atau dengan riwayat-riwayat yang diterima dari para sahabat. Sebab mereka lebih mengetahui kitabullah, atau dengan riwayat-riwayat para tabi’in besar, sebab mereka telah menerimanya dari para sahabat.[1]
Tafsir bir riwayah  adalah tafsir yang terdapat dalam Al-Qur’an atau as-Sunnah atau pendapat para sahabat, dalam rangka menerangkan apa yang dikehendaki Allah tentang penafsiran al-Qur’an berdasarkan al-Qur’an, atau menafsirkan al-Quran dengan as-Sunnah atau juga menafsirkan al-Qur’an dari kutipan pendapat sahabat.[2] 
Dari pengertian tersebut diatas Dapat disimpulkan, bahwasanya ada empat macam model  penafsiran bil riwayah, yaitu:
1.                  Al-Quran dipandang penafsir terbaik terhadap Al-Quran itu sendiri
2.                    Otoritas hadits nabi yang berfungsi sebagai penjelas Al-Quran
3.                  Otoritas penjelasan sahabat yang dipandang sebagai orang yang banyak mengetahui
4.                   Otoritas penjelasan tabi’in sebagai orang yang bertemu langsung dengan para sahabat.[3]
Adapun macam-macam tafsir bir riwayah sbb:
1.    Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
Sebagian dari ayat-ayat al-Qur’an dengan ayat lain tidak ada perbedaan. Sebagian ayat menjadi lebih jelas maksudnya ketika dikaitkan dengan ayat-ayat tertentu.
Contoh:
 أُحِلَّتْ لَكُم بَهِيمَةُ الأَنْعَامِ إِلاَّ مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ 
“Hewan ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu”.[4]
Kemudian ditafsirkan pada ayat ke-3 dalam surah yang sama.
...حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ  
“Diharamkan bagimu(memakan) bangkai, darah, daging babi...”.[5]
2.    Tafsir Al Qur’an dengan As-Sunnah         
Yang dimaksud disini adalah penafsiran al-Qur’an dengan hadits Nabi Muhammad SAW.
Contoh:
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ
“Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki...”[6]
Kemudian Rasulullah bersabda :
ألا إن القوة الرمي
“Ketahuilah bahwa kekuatan itu pada memanah”.[7]
3.    Tafsir al-Qur’an dengan Pendapat Sahabat         
Contoh mengenai penafsiran sahabat terhadap Al-qur’an ialah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu AN Halim dengan Sanad yang saheh dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menerangkan,
وَآتُوا الْيَتَامَىٰ أَمْوَالَهُمْ ۖ وَلَا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ ۖ وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَىٰ أَمْوَالِكُمْ ۚ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا
“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.”[8]
Kata ” HUB ” ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dengan dosa besar.[9]
Diantara kitab-kitab tafsir bil ma’tsur atau tafsir bil riwayah diantaranya:
1. Tafsir Jamiul Bayan karya Ibn Jarir ath Thabari
2.Tafsir Bustan karya Abu Laits Samarqandyi
3.Tafsir Ma’alimut Tanzil karya Al-Baghawy
4.Tafsir Al-Quran al Adzim karya al Hafidz Ibn Katsir.[10]
B.     Tafsir Bid-Dirayah
Tafsir bid dirayah dapat disebut juga tafsir bil ra’yi. Tafsir bid dariyah
merupakan tafsir yang menerangkan isi ayat-ayat al-Qur’an dengan
berpijak pada kekuatan akal pikiran setelah terlebih dahulu memahami ilmu bahasa Arab dan pengetahuan terahadap hukum-hukum sharī’ah sehingga tidak ada pertentangan dengan produk tafsir yang dihasilkannya.[11]
Tafsir bid dirayah juga dapat diartikan tafsir yang pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Quran melalui ijtihad dengan menggunakan akal pikiran, yang dalam prakteknya mendayagunakan atau mengerahkan seluruh kemampuan ilmu yang dimiliki, guna mencapai hasil penafsiran yang memadai, sesuai dengan kehendak ayat yang bersangkutan.[12]
Penafsiran bil dirayah dimulai setelah berakhir masa salaf sekitar abad ketiga Hijriyah, dan peradaban Islam semakin maju dan berkembang, maka lahirlah berbagai madzhab dan aliran dikalangan ummat Islam. Masing-masing golongan berusaha meyakinkan umat dalam rangka mengembangkan faham mereka. Untuk mencapai maksud itu, mereka mencari ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits Nabi lalu mereka tafsirkan sesuai dengan keyakinan yang mereka anut. Ketika inilah berkembang apa yang disebut dengan tafsir bil dirayah atau tafsir bir ra’yi (tafsir yang melalui pikiran).[13]
Adapun macam-macam tafsir bid dirayah, yaitu:
1.      Tafsir Mahmud: Adalah suatu penafsiran yang sesuai dengan kehendak syari’at (penafsiran oleh orang yang menguasai aturan syari’at), jauh dari kebodohan dan kesesatan, sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab, serta berpegang pada uslub-uslubnya dalam memahami nash-nash Qur’aniyah.
            Kitab-kitab tafsir bi al-ra’yi yang tergolong al maḥmūdah yang banyak dikenal, antara lain:
a.       Mafātiḥ al-Ghayb, oleh: Fakhr al-Dīn al-Rāziy
b.      Anwār al-Tanzīl wa Asrār al-Ta’wīl, oleh Al-Baiḍawi
c.       Madārik al-Tanzīl wa Ḥaqā’iq al-Ta’wīl, oleh: Al-Nasāfi
2.      Tafsir al Madzmum: Adalah penafsiran Al Qur’an tanpa berdasarkan ilmu, atau mengikuti hawa nafsu dan kehendaknya sendiri, tanpa mengetahui kaidah-kaidah bahasa atau syari’ah. Atau dia menafsirkan ayat berdasarkan mazhabnya yang rusak maupun bid’ahnya yang tersesat.
Contoh:
وَمَنْ كَانَ فِي هَٰذِهِ أَعْمَىٰ فَهُوَ فِي الْآخِرَةِ أَعْمَىٰ وَأَضَلُّ سَبِيلًا
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)”.[14]
Pada ayat ini, sebagian orang bodoh dan tersesat menafsirkan bahwasanya setiap orang yang buta (matanya) di dunia, maka di akhiratpun mereka tetap buta mata, dan akan sengsara dan menderita di akhirat kelak dengan dimasukkannya mereka ke dalam neraka. Padahal yang dimaksudkan dengan buta dalam ayat ini adalah buta hati.
C.    Tafsir Bi-Isyarah
Isyarah secara etimologi berarti penunjukan, memberi isyarat. Sedangkan tafsir al-isyari adalah menakwilkan (menafsirkan) ayat Al-Qur’an al-Karim tidak seperti zahirnya, tapi berdasarkan isyarat yang samar yang bisa diketahui oleh orang yang berilmu dan bertakwa, yang pentakwilan itu selaras dengan makna zahir ayat–ayat Al-Qur’an dari beberapa sisi syarhis (yang masyru’).[15]
Kitab-kitab Tafsir bil-Isyari yang Terkenal:
a.Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, karya Sahl bin Abdillah al-Tustary.
b. Haqaiq al-Tafsir, karya Abu Abdirrahman al-Silmy, terkenal dengan sebutan Tafsir al-Silmy.
c. Al-Kasyf Wa al-Bayan, karya Ahmad bin Ibrahim al-Naisabury, terkenal dengan nama Tafsir al-Naisabury.
d. Tafsir Ibnu Araby, karya Muhyiddin Ibnu Araby, terkenal dengan nama Tafsir Ibnu ‘Araby.
e. Ruh al-Ma’ani, karya Syihabuddin Muhammad al-Alusy, terkenal dengan nama tafsir al-Alusiy.
f. ‘Arais al-Bayan fi Haqaiq al-Quran, Karya Imam Al-Syirazy
Makna dzahir Al-Quran adalah teks ayat, sedangkan makna bathinnya adalah makna isyarat yang ada dibalik makna teks tersebut.[16]
Contohnya yaitu  Ketika al-Ghazali menafsirkan potongan ayat surah Thaha ayat 12
فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ
 “ Maka tanggalkanlah kedua sandalmu...”
Menurut al-Ghazali makna bathin dari ayat ini adalah “Tinggalkan (wahai Musa) kedua alammu, baik dunia maupun akhirat. Yakni, janganlah engkau memikirkan keuntungan duniawi dan janganlah pula mencari pahala ukhrawi, dan carilah wajah Allah semata.
     Berdasarkan isi dan substansinya tafsir bi al-‘isyari dapat dibedakan menjadi dua macam: tafsir bi al-‘isyari al-maqbul dan tafsirbi al-‘isyari al-mardud. Dikatakan sebagai tafsir bi al-‘isyari al-maqbulatau al-masyru’ bila memiliki lima syarat yaitu :
1.     Tidak menafikan makna lahir dan makna-makna yang terkandung dalam redaksi ayat al-Qur’an.
2.     Mufassirnya tidak mengklaim bahwa satu-satunya penafsiran yang benar tanpa mempertimbangkan makna tersurat.
3.     Tidak menggunakan takwil yang jauh menyimpang dan penakwilnya lemah.
4.     Tidak bertentangan dengan dalil syari’at dan argumentasi aqli.
5.     Serta adanya pendukung dalil-dalil syari’at yang memperkuat penafsirannya.
            Sebaliknya, dikatakan tafsir al-‘isyari al-mardud  bila gaya penafsirannya menyalahi salah satu dari syarat-syarat penerimaan tafsir al-‘isyari di atas




























BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Tafsir bir riwayah  adalah tafsir yang terdapat dalam Al-Qur’an atau as-Sunnah atau pendapat para sahabat, dalam rangka menerangkan apa yang dikehendaki Allah tentang penafsiran al-Qur’an berdasarkan al-Qur’an, atau menafsirkan al-Quran dengan as-Sunnah atau juga menafsirkan al-Qur’an dari kutipan pendapat sahabat.
Tafsir bir riwayah merupakan tafsir yang menerangkan isi ayat-ayat al-Qur’an dengan berpijak pada kekuatan akal pikiran setelah terlebih dahulu memahami ilmu bahasa Arab dan pengetahuan terahadap hukum-hukum sharī’ah sehingga tidak ada pertentangan dengan produk tafsir yang dihasilkannya. Tafsir bir riwayah terbagi menjadi dua macam, yaitu Tafsir Mahmud dan Tafsir al Madzmum.
Sedangkan tafsir al-isyari adalah menakwilkan (menafsirkan) ayat Al-Qur’an al-Karim tidak seperti zahirnya, tapi berdasarkan isyarat yang samar yang bisa diketahui oleh orang yang berilmu dan bertakwa, yang pentakwilan itu selaras dengan makna zahir ayat–ayat Al-Qur’an dari beberapa sisi syarhis (yang masyru’).

B.     Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Oleh karna itu, penulis menngharapkan kritik dan saran dari pembaca.





DAFTAR PUSTAKA

Drs. Mashuri Sirojuddin Iqbal dan Drs A. Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, Angkasa, Bandung, 1997, hal 114-115.
Drs. Rosihon Anwar, M.Ag, Ilmu Tafsir, Bandung, Pustaka Setia, 2000, hlm. 141-144.
Supiana dkk, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir (Bandung: Pustaka Islamika), hlm 304.
Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman, al-Dur al Mansur.fi al-Tafsir al-Mansur,Dar al­Fikr, hlm. 167.
T.M. hasby Ash Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran dan tafsir, Jogjakarta 1953. Hal. 252-253
Musa’īd Muslīm ‘Abdullāh, Aṭhar al-Taṭawwur al-Fikr fi al-Tafsīr,(Beirut: Dār al-Fikr, 1987), hlm. 96.
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm. 97
Dr. Nasruddin Baidan, Metode Penafsiran Ayat-Ayat Yang Beredaksi Mirip Didalam Al-Quran, Susqa Press, Pekanbaru 1992, hal. 34
Akhyar Zailany, Pandangan Fazlur rahman tentang Al-Quran, Yayasan Pustaka Riau, Pekanbaru 2008. Hal. 86
Rif’at Syauqi Nawawi dan Drs M. Ali Hasan, Op.Cit






[1] Drs. Mashuri Sirojuddin Iqbal dan Drs A. Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, Angkasa, Bandung, 1997, hal 114-115.
[2] Supiana dkk, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir (Bandung: Pustaka Islamika), hlm 304.
[3] Drs. Rosihon Anwar, M.Ag, Ilmu Tafsir, Bandung, Pustaka Setia, 2000, Hal. 141-144
[4] Q.S. al-Maidah(5):1
[5] Q.S. al- Maidah(5):3
[6] Q.S. al- Anfaal(8):60
[7] H.R. Muslim dan Abu Dawud
[8] Q.S. Al-Nisaa’(4):2
[9] Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman, al-Dur al Mansur.fi al-Tafsir al-Mansur,Dar al­Fikr, hal. 167.
[10] T.M. hasby Ash Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran dan tafsir, Jogjakarta 1953. Hal. 252-253

[11] Musa’īd Muslīm ‘Abdullāh, Aṭhar al-Taṭawwur al-Fikr fi al-Tafsīr,(Beirut: Dār al-Fikr, 1987), hlm. 96.
[12] Rif’at Syauqi Nawawi dan Drs M. Ali Hasan, Op.Cit
[13] Dr. Nasruddin Baidan, Metode Penafsiran Ayat-Ayat Yang Beredaksi Mirip Didalam Al-Quran, Susqa Press, Pekanbaru 1992, hal. 34
[14] Q.S. al-Isra’(17):72
[15] Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm. 97.
[16] Akhyar Zailany, Pandangan Fazlur rahman tentang Al-Quran, Yayasan Pustaka Riau, Pekanbaru 2008. Hal. 86

1 komentar: