MAKALAH TAFSIR
RAGAM TAFSIR
Makalah
ini disusun guna memenuhi tugas :
Tafsir
Pengampu
: M. Arifin, LC., M.S.I.
Di
susun oleh :
Kurnia Wijayanti (23040160042)
Nabila Afifa (23040160043)
Annisa Ratna Ayuputri (23040160044)
Siti Izzatul Umma (23040160045)
Rizka Arie Lestari (23040160046)
PENDIDIKAN
GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)
FAKULTAS
TARBIYAN DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
DAFTAR ISI
Daftar Isi............................................................................................................................ i
BAB I : Pendahuluan
A.
Latar Belakang............................................................................................. ii
B.
Rumusan Permasalahan................................................................................ ii
C.
Tujuan Penulisan.......................................................................................... ii
BAB II : Pembahasan
A.
Tafsir Bir-Riwayah....................................................................................... 1
B.
Tafsir Bid-Dirayah....................................................................................... 3
C.
Tafsir Bil-Isyarah.......................................................................................... 5
BAB III : Penutup
A.
Simpulan....................................................................................................... 7
B.
Saran............................................................................................................. 7
Daftar Pustaka................................................................................................................. 8
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menyampaikan
al-Qur’an dan menjelaskan kepada umatnya merupakan tugas Rasulullah SAW.
Sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam dalam Q.S.
an-Nahl (16):44
yang artinya, “Dan Kami telah
menurunkan Adz-Dikr (Al-Quran) kepada mu supaya kamu jelaskan kepada manusia
apa yang diturunkan kepada mereka”.
Zaman setelah
meninggalnya Rasulullah Saw dapat dikatakan merupakan zaman transisi dari
kepemimpinan seseorang yang mendapat bimbingan langsung dari Allah SWT kepada seorang
manusia biasa. Pada zaman inilah kemudian muncul dan berkembang beberapa metode
penafsiran Al-Qur’an. Metode-metode ini dikembangkan, tentu saja dengan maksud
untuk menjawab persoalan-persoalan yang muncul di kalangan umat muslimin.
Pemahaman terhadap ayat Al-Qur’an melalui
penafsirannya sangatlah penting, karena hal tersebut sangat berperan terhadap
maju mundur umat dan sekaligus dapat mencerminkan perkembangan dan corak
pemikiran yang sedang ada ditengah masyarakat. Oleh karena itu perkembangan tafsir
sering dikaitkan dengan trend perkembangan pemikiran yang tengah terjadi pada
umat.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan
kita bahas dalam makalah ini yaitu :
1.
Apa yang dimaksud tafsir bir riwayah?
2.
Apa yang dimaksud tafsir bid dirayah?
3.
Apa yang dimaksud tafsir bil isyarah?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui apa yang dimaksud tafsir
bir riwayah, tafsir bid diroyah, dan tafsir bil isyaroh.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tafsir Bir-Riwayah
Tafsir bir riwayah secara
bahasa berasal dari kata atsara artinya bekas. Dan tafsir bir riwayah disebut
juga tafsir bil mat’sur karena berdasarkan riwayat-riwayat yaitu al-Quran, hadits dan lainnya.
Menurut Manna al-Qattan
Tafsir bil riwayah ialah tafsir yang disandarkan kepada riwayat-riwayat yang
shahih secara tertib yang sebagaimana telah diceritakan dalam syarat-syarat
mufassir, antara lain: menafsirkan Al-Quran dengan Al-Quran, atau dengan sunnah
karena sunnah merupakan penjelas bagi kitabullah, atau dengan riwayat-riwayat
yang diterima dari para sahabat. Sebab mereka lebih mengetahui kitabullah, atau
dengan riwayat-riwayat para tabi’in besar, sebab mereka telah menerimanya dari
para sahabat.[1]
Tafsir bir riwayah
adalah tafsir yang terdapat dalam Al-Qur’an atau as-Sunnah atau pendapat para
sahabat, dalam rangka menerangkan apa yang dikehendaki Allah tentang penafsiran
al-Qur’an berdasarkan al-Qur’an, atau menafsirkan al-Quran dengan as-Sunnah
atau juga menafsirkan al-Qur’an dari kutipan pendapat sahabat.[2]
Dari pengertian
tersebut diatas Dapat disimpulkan, bahwasanya ada empat macam model
penafsiran bil riwayah, yaitu:
1.
Al-Quran
dipandang penafsir terbaik terhadap Al-Quran itu sendiri
2.
Otoritas hadits
nabi yang berfungsi sebagai penjelas Al-Quran
3.
Otoritas
penjelasan sahabat yang dipandang sebagai orang yang banyak mengetahui
Adapun
macam-macam tafsir bir riwayah sbb:
1. Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
Sebagian dari ayat-ayat al-Qur’an
dengan ayat lain tidak ada perbedaan. Sebagian ayat menjadi lebih jelas
maksudnya ketika dikaitkan dengan ayat-ayat tertentu.
Contoh:
أُحِلَّتْ لَكُم بَهِيمَةُ
الأَنْعَامِ إِلاَّ مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ
Kemudian ditafsirkan pada
ayat ke-3 dalam surah yang sama.
...حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ
الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ
2.
Tafsir Al Qur’an dengan As-Sunnah
Yang dimaksud disini adalah
penafsiran al-Qur’an dengan hadits Nabi Muhammad SAW.
Contoh:
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ
“Dan persiapkanlah
dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu
miliki...”[6]
Kemudian
Rasulullah bersabda :
ألا إن القوة الرمي
“Ketahuilah bahwa kekuatan itu pada
memanah”.[7]
3.
Tafsir al-Qur’an
dengan Pendapat Sahabat
Contoh mengenai penafsiran
sahabat terhadap Al-qur’an ialah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu AN Halim
dengan Sanad yang saheh dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menerangkan,
وَآتُوا الْيَتَامَىٰ أَمْوَالَهُمْ ۖ
وَلَا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ ۖ وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ
إِلَىٰ أَمْوَالِكُمْ ۚ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا
“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim
(yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang
buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya
tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.”[8]
Diantara kitab-kitab tafsir bil ma’tsur atau tafsir bil
riwayah diantaranya:
1. Tafsir Jamiul
Bayan karya Ibn Jarir ath Thabari
2.Tafsir Bustan karya
Abu Laits Samarqandyi
3.Tafsir Ma’alimut
Tanzil karya Al-Baghawy
4.Tafsir Al-Quran
al Adzim karya al Hafidz Ibn Katsir.[10]
B.
Tafsir
Bid-Dirayah
Tafsir bid dirayah dapat disebut juga tafsir bil
ra’yi. Tafsir bid dariyah
merupakan tafsir
yang menerangkan isi ayat-ayat al-Qur’an dengan
berpijak pada kekuatan akal pikiran
setelah terlebih dahulu memahami ilmu bahasa Arab dan pengetahuan terahadap
hukum-hukum sharī’ah sehingga tidak ada pertentangan dengan produk tafsir yang
dihasilkannya.[11]
Tafsir bid dirayah juga dapat diartikan tafsir
yang pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Quran melalui ijtihad dengan menggunakan
akal pikiran, yang dalam prakteknya mendayagunakan atau mengerahkan seluruh
kemampuan ilmu yang dimiliki, guna mencapai hasil penafsiran yang memadai,
sesuai dengan kehendak ayat yang bersangkutan.[12]
Penafsiran bil
dirayah dimulai setelah berakhir masa salaf sekitar abad ketiga Hijriyah, dan
peradaban Islam semakin maju dan berkembang, maka lahirlah berbagai madzhab dan
aliran dikalangan ummat Islam. Masing-masing golongan berusaha meyakinkan umat
dalam rangka mengembangkan faham mereka. Untuk mencapai maksud itu, mereka
mencari ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits Nabi lalu mereka tafsirkan sesuai
dengan keyakinan yang mereka anut. Ketika inilah berkembang apa yang disebut
dengan tafsir bil dirayah atau tafsir bir ra’yi (tafsir yang melalui pikiran).[13]
Adapun
macam-macam tafsir bid dirayah, yaitu:
1.
Tafsir
Mahmud: Adalah suatu penafsiran yang sesuai dengan kehendak syari’at
(penafsiran oleh orang yang menguasai aturan syari’at), jauh dari kebodohan dan
kesesatan, sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab, serta berpegang pada
uslub-uslubnya dalam memahami nash-nash Qur’aniyah.
Kitab-kitab tafsir bi
al-ra’yi yang tergolong al maḥmūdah yang banyak dikenal, antara
lain:
a. Mafātiḥ al-Ghayb, oleh: Fakhr al-Dīn
al-Rāziy
b. Anwār al-Tanzīl wa Asrār al-Ta’wīl, oleh Al-Baiḍawi
c.
Madārik al-Tanzīl wa Ḥaqā’iq
al-Ta’wīl, oleh: Al-Nasāfi
2.
Tafsir
al Madzmum: Adalah penafsiran Al Qur’an tanpa berdasarkan ilmu, atau mengikuti
hawa nafsu dan kehendaknya sendiri, tanpa mengetahui kaidah-kaidah bahasa atau
syari’ah. Atau dia menafsirkan ayat berdasarkan mazhabnya yang rusak
maupun bid’ahnya yang tersesat.
Contoh:
وَمَنْ كَانَ فِي هَٰذِهِ أَعْمَىٰ
فَهُوَ فِي الْآخِرَةِ أَعْمَىٰ وَأَضَلُّ سَبِيلًا
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di
akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang
benar)”.[14]
Pada ayat ini, sebagian orang bodoh dan
tersesat menafsirkan bahwasanya setiap orang yang buta (matanya) di dunia, maka
di akhiratpun mereka tetap buta mata, dan akan sengsara dan menderita di
akhirat kelak dengan dimasukkannya mereka ke dalam neraka. Padahal yang dimaksudkan dengan buta dalam ayat ini adalah buta
hati.
C.
Tafsir Bi-Isyarah
Isyarah secara etimologi berarti penunjukan,
memberi isyarat. Sedangkan tafsir al-isyari adalah menakwilkan (menafsirkan)
ayat Al-Qur’an al-Karim tidak seperti zahirnya, tapi berdasarkan isyarat yang
samar yang bisa diketahui oleh orang yang berilmu dan bertakwa, yang
pentakwilan itu selaras dengan makna zahir ayat–ayat Al-Qur’an dari beberapa
sisi syarhis (yang masyru’).[15]
Kitab-kitab Tafsir bil-Isyari yang
Terkenal:
a.Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, karya Sahl bin Abdillah
al-Tustary.
b. Haqaiq al-Tafsir, karya Abu Abdirrahman
al-Silmy, terkenal dengan sebutan Tafsir al-Silmy.
c. Al-Kasyf Wa al-Bayan, karya Ahmad bin
Ibrahim al-Naisabury, terkenal dengan nama Tafsir al-Naisabury.
d. Tafsir Ibnu Araby, karya Muhyiddin Ibnu
Araby, terkenal dengan nama Tafsir Ibnu ‘Araby.
e. Ruh al-Ma’ani, karya Syihabuddin
Muhammad al-Alusy, terkenal dengan nama tafsir al-Alusiy.
f. ‘Arais al-Bayan fi Haqaiq al-Quran,
Karya Imam Al-Syirazy
Makna dzahir
Al-Quran adalah teks ayat, sedangkan makna bathinnya adalah makna isyarat yang
ada dibalik makna teks tersebut.[16]
Contohnya yaitu Ketika
al-Ghazali menafsirkan potongan ayat surah Thaha ayat 12
فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ
“ Maka tanggalkanlah kedua sandalmu...”
Menurut al-Ghazali makna bathin dari ayat ini
adalah “Tinggalkan (wahai Musa) kedua alammu, baik dunia maupun akhirat. Yakni,
janganlah engkau memikirkan keuntungan duniawi dan janganlah pula mencari
pahala ukhrawi, dan carilah wajah Allah semata.
Berdasarkan isi dan substansinya tafsir bi al-‘isyari
dapat dibedakan menjadi dua macam: tafsir bi al-‘isyari al-maqbul dan
tafsirbi al-‘isyari al-mardud. Dikatakan sebagai
tafsir bi al-‘isyari al-maqbulatau al-masyru’ bila
memiliki lima syarat yaitu :
1.
Tidak menafikan makna
lahir dan makna-makna yang terkandung dalam redaksi ayat al-Qur’an.
2.
Mufassirnya tidak
mengklaim bahwa satu-satunya penafsiran yang benar tanpa mempertimbangkan makna
tersurat.
3.
Tidak menggunakan takwil
yang jauh menyimpang dan penakwilnya lemah.
4.
Tidak bertentangan
dengan dalil syari’at dan argumentasi aqli.
5.
Serta adanya pendukung
dalil-dalil syari’at yang memperkuat penafsirannya.
Sebaliknya, dikatakan tafsir al-‘isyari al-mardud bila gaya penafsirannya
menyalahi salah satu dari syarat-syarat penerimaan tafsir al-‘isyari di atas
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Tafsir bir riwayah
adalah tafsir yang terdapat dalam Al-Qur’an atau as-Sunnah atau pendapat para
sahabat, dalam rangka menerangkan apa yang dikehendaki Allah tentang penafsiran
al-Qur’an berdasarkan al-Qur’an, atau menafsirkan al-Quran dengan as-Sunnah
atau juga menafsirkan al-Qur’an dari kutipan pendapat sahabat.
Tafsir bir riwayah merupakan tafsir yang menerangkan isi ayat-ayat al-Qur’an dengan
berpijak pada kekuatan akal pikiran setelah terlebih dahulu memahami ilmu
bahasa Arab dan pengetahuan terahadap hukum-hukum sharī’ah sehingga tidak ada
pertentangan dengan produk tafsir yang dihasilkannya. Tafsir bir riwayah
terbagi menjadi dua macam, yaitu Tafsir Mahmud dan Tafsir al
Madzmum.
Sedangkan tafsir al-isyari adalah menakwilkan
(menafsirkan) ayat Al-Qur’an al-Karim tidak seperti zahirnya, tapi berdasarkan
isyarat yang samar yang bisa diketahui oleh orang yang berilmu dan bertakwa,
yang pentakwilan itu selaras dengan makna zahir ayat–ayat Al-Qur’an dari
beberapa sisi syarhis (yang masyru’).
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam
menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak
yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Oleh karna itu, penulis menngharapkan kritik dan saran dari
pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Drs. Mashuri Sirojuddin Iqbal dan Drs A. Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, Angkasa, Bandung, 1997, hal 114-115.
Drs. Rosihon Anwar, M.Ag, Ilmu
Tafsir, Bandung, Pustaka Setia, 2000, hlm. 141-144.
Supiana
dkk, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir (Bandung: Pustaka
Islamika), hlm 304.
Suyuthi,
Jalaluddin Abdurrahman, al-Dur al Mansur.fi al-Tafsir al-Mansur,Dar alFikr,
hlm. 167.
T.M. hasby Ash Shiddiqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Al-Quran dan tafsir, Jogjakarta 1953. Hal. 252-253
Musa’īd Muslīm ‘Abdullāh, Aṭhar al-Taṭawwur al-Fikr fi
al-Tafsīr,(Beirut: Dār al-Fikr, 1987), hlm.
96.
Muhammad
Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu
Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2001), hlm.
97
Dr. Nasruddin Baidan, Metode
Penafsiran Ayat-Ayat Yang Beredaksi Mirip Didalam Al-Quran, Susqa Press,
Pekanbaru 1992, hal. 34
Akhyar Zailany, Pandangan Fazlur
rahman tentang Al-Quran, Yayasan Pustaka Riau, Pekanbaru 2008. Hal. 86
Rif’at Syauqi Nawawi dan Drs M. Ali Hasan, Op.Cit
[1] Drs. Mashuri Sirojuddin Iqbal dan Drs A.
Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, Angkasa,
Bandung, 1997, hal 114-115.
[2] Supiana dkk, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir
(Bandung: Pustaka Islamika), hlm 304.
[3] Drs. Rosihon Anwar, M.Ag, Ilmu Tafsir, Bandung, Pustaka Setia, 2000, Hal. 141-144
[4] Q.S. al-Maidah(5):1
[5] Q.S. al- Maidah(5):3
[6] Q.S. al- Anfaal(8):60
[7] H.R. Muslim dan Abu Dawud
[8] Q.S. Al-Nisaa’(4):2
[9] Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman, al-Dur al Mansur.fi al-Tafsir
al-Mansur,Dar alFikr, hal. 167.
[10] T.M. hasby Ash Shiddiqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Al-Quran dan tafsir, Jogjakarta 1953. Hal. 252-253
[11] Musa’īd Muslīm ‘Abdullāh, Aṭhar al-Taṭawwur al-Fikr fi
al-Tafsīr,(Beirut: Dār al-Fikr, 1987), hlm.
96.
[12] Rif’at Syauqi Nawawi dan Drs M. Ali Hasan, Op.Cit
[13] Dr. Nasruddin Baidan, Metode Penafsiran Ayat-Ayat Yang Beredaksi Mirip Didalam Al-Quran, Susqa
Press, Pekanbaru 1992, hal. 34
[16] Akhyar Zailany, Pandangan Fazlur rahman tentang Al-Quran, Yayasan Pustaka Riau,
Pekanbaru 2008. Hal. 86

sipp
BalasHapus